Masalah ilmu kebahasaan memang memerlukan pembelajaran lebih mendalam sebagai suatu bidang ilmu. Terdapat banyak bahasa yang bisa kita pelajari di dunia, dan disinilah peran penerjemah sangat dibutuhkan. Contohnya di negara Jepang, dengan melakukan penerjemahan yang masif dan terencana, dapat dikembangkan kualitas ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerjemahan dapat menjadi jembatan bagi kemajuan suatu negara.
 
Profesi penerjemah ini akhirnya dilirik menjadi profesi yang menjanjikan. Hal tersebut memberikan peluang bagi mereka yang mendalami penerjemahan, termasuk para tunanetra. Akan tetapi, keberadaan tentang penerjemah tunanetra ini belum mendapat publikasi atau perhatian yang cukup, baik dari kalangan masyarakat umum maupun peneliti bidang penerjemahan.
 
Hal inilah yang menjadi konsentrasi penelitian Raden Arief Nugroho, yang berhasil meraih gelar doktor di bidang Ilmu Linguistik, dengan desertasi yang berjudul “Proses Penerjemahan Teks Dari Bahasa Inggris ke Dalam Bahasa Indonesia Oleh Penerjemah Tunanetra (Pendekatan Kritik Holistik).” Ujian Terbuka Promosi Doktor yang diadakan di Ruang Sidang Program Studi Linguistik Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, akhir Mei lalu, dilakukan di depan para penguji dan promotor. Sidang terbuka dari Raden Arief yang juga merupakan Ketua Program Studi (Kaprogdi) Manajemen Perhotelan di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) ini, juga dihadiri oleh Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan Dr. Kusni Ingsih, MM, Dekan FIB Akhmad Syaifuddin, SS., M.Si serta tamu undangan lainnya.
 
Desertasi ini menemukan bahwa masalah yang dialami para penerjemah tunanetra adalah keterbatasan pembacaan teks oleh para tunanetra menjadi sebuah konsekuensi. Biasanya untuk yang menggunakan jasa penerjemah tunanetra, akan timbul pertanyaan : “Sejauh mana penerjemah tunanetra mampu menerjemahkan sebuah teks?” atau “Apakah ada orang lain yang membantu penerjemah tunanetra?”
 
Menurut Arief, untuk meningkatkan kualitas penerjemahan penerjemah tunanetra, ia telah menghimpun dua puluh tujuh rekomendasi, “Diantaranya bahwa penerjemah harus memperhatikan kesesuaian makna bahasa sumber, penggunaan kamnus istilah atau melihat padanannya di internet, menghindari penghilangan unit lingusitik, memperhatikan kelas kata dan sebagainya,” papar Arief.
 
Untuk penelitian ini, Arief bertukar pikiran juga dengan Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Pusat maupun Pertuni DPD Jawa Tengah.
 
“Sebagai Doktor yang ke-41 di Udinus, semoga keberadaan Raden Arief ini dapat memberikan kontribusi positif bagi masyrakat khususnya para tunanetra, dan juga untuk Udinus tentunya,” jelas Kusni Ingsih usai menghadiri Ujian Terbuka Promosi Doktor. (*humas)
 
 
 
 
 
LINGUISTIK : Raden Aried Nugroho (tengah) bersama jajaran pengajar FIB Udinus setelah Ujian terbuka Promosi Doktor di Universitas Sebelas Maret beberapa waktu lalu. Foto : Dok. FIB.