Stunting merupakan salah satu kondisi kesehatan serius yang dialami oleh anak-anak di Indonesia. Hal tersebut merupakan kondisi kurang gizi kronis yang dialami anak-anak karena kurang mendapatkan asupan gizi dalam waktu lama.
Anak yang menderita stunting terlihat dari tinggi dan berat badannya yang lebih rendah dibandingkan anak seusianya. Kondisi ini terjadi akibat anak mengalami kekurangan gizi, kesehatan dan gizi ibunya buruk atau sakit. Hingga tidak mendapatkan makanan dan perawatan yang tepat di awal tumbuh kembangnya.
Tak hanya dari dua faktor itu, ruang keluarga yang kurang baik hingga sanitasi lingkungan yang tak bersih juga menjadi faktor. Penyakit tersebut menyebabkan anak tidak dapat mencapai potensi fisik dan kognitif sesuai usianya. Mereka kekurangan vitamin dan mineral yang penting untuk menjalankan fungsi tubuh.
Kondisi tersebut telah menjadi perhatian bagi pemerintah Indonesia maupun dunia. Pemerintah Indonesia pada tahun 2024 telah menargetkan prevalensi stunting menjadi 14 persen. Pada lima tahun silam di tahun 2019, berdasarkan riset Kesehatan Dasar 2019, stunting di Indonesia mencapai 27,6 persen. Sementara di 2023 turun menjadi 21,6 persen. Tak hanya dari segi pemerintah saja, peran serta masyarakat dalam menurunkan stunting menjadi hal yang saling berkaitan erat satu.
Peran Masyarakat
Peran masyarakat juga tak kalah pentingnya dalam menurunkan stunting di Indonesia. Antara lain dengan ketersediaan dan keamanan pangan di tingkat rumah tangga, menjamin kesehatan melalui pelayanan dan perawatan kesehatan yang memadai, menyediakan pendidikan yang berkualitas. ‘Jogo Tonggo’ yang sempat digaungkan pada masa Covid-19 lalu, juga dapat menjadi langkah nyata untuk menurunkan stunting di lingkungan sekitar.
“Terkadang ibu juga mengalami stres karena pengaruh lingkungan, seperti mendapatkan judge buruk yang berimbas ke pola asuh anak. Maka dari itu masyarakat memiliki peran sebagai tameng dan penguat dari komentar buruk yang diterima oleh anak maupun ibu,” jelas Ahli Gizi dari Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Vilda Ana Veria Setyawati, SGz., MGizi.,
Vera Vilda sapaan akrabnya, menambahkan hari Gizi dan Kesehatan Nasional yang jatuh pada 25 Januari 2024, merupakan momentum yang tepat untuk mewujudkan menurunnya prevelansi stunting di Indonesia. Saat ini, keluarga harus memperhatikan asupan gizi yang cukup bagi anak yang mengacu pada Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA). Ibu harus memberikan ASI eksklusif dari 0-6 bulan dan setelah 6 bulan bertahap memberikan makanan bergizi dan sesuai kebutuhan sang anak.
Pemberian asupan protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral harus disesuaikan dengan usia anak. Vilda juga mengingatkan agar orang tua untuk menghindari pemberian gula dan garam secara berlebihan kepada anak di bawah satu tahun. Ia lebih menekankan pada pemberian asupan protein hewani.
“Bahkan, kebanyakan di masyarakat untuk asupan sehari-hari dengan memberikan sayur bening bagi sang buah hati, hanya membuat perutnya kenyang saja. Pemberian sayur sop maupun sayur asem bagi anak hanya seperti minum air saja, memang ada rasanya, tapi tidak ada gizi dan proteinnya,” ungkap dosen Program Sarjana Kesehatan Masyarakat Udinus itu.
Peran Krusial Perguruan Tinggi
Perguruan Tinggi dengan kekuatan riset dan tenaga profesional di berbagai bidang, harus memainkan peranan penting dengan menjadi Center of Knowledge di wilayahnya. Saat ini, Perguruan Tinggi memainkan peran dalam menjaga kesinambungan program penanganan stunting. Hal itu telah dilakukan Udinus dengan melibatkan dosen dan mahasiswanya dalam menurunkan prevalensi stunting di Indonesia khususnya Jawa Tengah Jateng.
Dalam upayanya itu, Udinus bermitra dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Kota Semarang telah melakukan pendampingan kepada masyarakat dalam pencegahan stunting. Penyuluhan diberikan kepada ibu dan kader di Bandarharjo, Kota Semarang. Selain itu, terdapat juga demo gizi seimbang yang langsung diajarkan kepada ibu-ibu di daerah tersebut.
Bahkan, Vilda bersama dosen Udinus lainya telah launching Aplikasi Si Gembul beberapa waktu lalu. Vilda juga menjelaskan bahwa si gembul merupakan aplikasi berbasis android yang dilengkapi dengan fitur menghitung status gizi pada balita. Untuk menghitung status stunting serta melihat apakah terjadi gizi buruk atau gizi baik. Selain itu juga dilengkapi dengan fitur untuk edukasi guna media penyuluhan untuk para kader pada meja ke di kegiatan posyandu.
“Tindak lanjutnya, kami juga mengajak mahasiswa untuk terlibat langsung dalam penanganan stunting di Jateng, dengan pendampingan kepada 20 desa di Temanggung dengan total 119 kader. Stunting itu masalah yang bahaya namun banyak tak disadari oleh masyarakat luas perlu kontribusi dari semua pihak,” tutupnya. (Humas Udinus/Alex. Foto: Humas Udinus)