Tiga dosen Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) memaparkan hasil penelitian mengenai penerimaan dan pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) bagi pekerja pabrik rokok di Jawa Tengah.

Konferensi pers yang digelar di Gedung I lantai 5, ruang teater Udinus, diikuti oleh para dosen dan mahasiswa. Penelitian ini merupakan kolaborasi antara Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) dan Fakultas Kesehatan (FKes) Udinus. Dipimpin oleh Juli Ratnawati, SE, M.Si. bersama dua anggota tim, Widya Ratna Wulan, S.KM., M.KM., dan Aprianti, S.KM., M.Kes.

Juli Rahmawati, Ketua Tim Penelitian, menjelaskan bahwa riset ini berfokus pada bagaimana dana cukai dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja rokok. Mereka menyebarkan sekitar 400 kuesioner kepada pekerja di pabrik rokok di dua kota yakni Kudus dan Pati. 

“Kami juga melakukan wawancara mendalam dengan berbagai instansi, termasuk Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Balai Latihan Kerja (BLK) di Jawa Tengah,” ungkap Juli.

Salah satu temuan utama pada penelitian mereka, menunjukkan bahwa BLT (Bantuan Langsung Tunai) yang diterima pekerja sebesar Rp1,2 juta per tahun cukup membantu perekonomian para pekerja. Namun, meskipun dana tersebut dirasakan manfaatnya, pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah belum optimal diikuti.

“Pelatihan yang ditawarkan biasanya berlangsung 14 hingga 30 hari di siang hari, sehingga pekerja kesulitan meninggalkan pekerjaan karena akan kehilangan penghasilan harian mereka,” jelas Juli.

Selain itu, penelitian ini menyoroti bahwa ada keinginan agar pelatihan-pelatihan ini membantu pekerja beralih profesi.  Selain itu, Harapan dengan pelatihan yang diberikan, para pekerja rokok bisa mencoba peluang di sektor lain. Sehingga tidak hanya bergantung pada industri rokok.

Namun, saat ini banyak pekerja yang justru mengirim anggota keluarga untuk mengikuti pelatihan. Karena pelatihan yang panjang tersebut tidak memungkinkan mereka berhenti bekerja sementara. Juli menyatakan bahwa pelatihan yang efektif dan fleksibel sangat diperlukan agar pekerja bisa benar-benar mengikuti. Serta mengurangi ketergantungan pada pekerjaan di pabrik rokok.

“Jika pemerintah bisa membuat pelatihan lebih fleksibel atau memberikan kompensasi penghasilan selama pelatihan, kami yakin semakin banyak pekerja yang berminat mengikuti program ini,” tutupnya.

Temuan ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan pemerintah. Terutama dalam merancang program pelatihan yang efektif demi membuka lebih banyak peluang bagi para pekerja di industri rokok. Press conference diseminasi tersebut, juga dihadiri oleh Wakil Dekan FEB Udinus, Dr. Usman, S.Si., M.T., M.Si., dan turut memberikan sambutannya. (Humas Udinus/Alex. Foto: Humas Udinus)