Guru Besar bidang Image Security terbaru milik Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Prof. Dr. Ir. Nova Rijati, S.Si., IPU., ASEAN Eng., mengupas mengenai perkembangan teknologi Fragile Watermarking. Teknologi itu, sebagai Solusi Inovatif untuk autentikasi dan pemulihan gambar digital resolusi tinggi serta menanggulangi kejahatan cyber.
Teknologi Fragile Watermarking, telah dipaparkan dalam orasi ilmiahnya saat upacara pengukuhan 5 Guru Besar Udinus beberapa waktu lalu. Pada penelitian yang dikembangkan Prof. Nova, menyoroti pentingnya autentikasi dan pemulihan gambar digital di era digital yang semakin kompleks. Menurutnya di era modern, gambar digital menjadi elemen vital dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk kebutuhan pribadi, komersial maupun keamanan.
“Namun, perlu diperhatikan dengan perkembangan ini diikuti meningkatkan ancaman kejahatan siber. Diantaranya manipulasi citra, penyebaran hoaks visual dan pelanggaran dokumen digital,” terangnya.
Lewat penelitian yang dilakukan, tercatat bahwa serangan siber di Indonesia melonjak tinggi hingga enam kali lipat di H1 2024. Bahkan saat memasuki H3 2024 lalu serangan siber meningkat sebesar 70% dan mayoritas terjadi di dalam negeri.
“Berdasarkan data yang ada, kejahatan siber tertinggi terjadi di ibukota negara DKI Jakarta sebanyak 95.3%,” imbuhnya.
Sebagai upaya menanggulangi kejahatan siber yang kian meningkat, penelitian Prof. Nova memberikan solusi pentingnya autentikasi dalam gambar digital. Ungkapnya, autentikasi sebagai fondasi utama untuk memastikan data atau informasi tetap asli dan tidak mengalami manipulasi.
“Autentikasi ini penting dalam konteks hukum, media hingga forensi. Dimana data dalam bidang tersebut sering kali menggunakan gambar digital sebagai bukti atau sumber informasi,” terang Prof. Nova.
Sementara itu, teknologi fragile watermarking digunakan untuk mendeteksi manipulasi gambar digital. Teknologi tersebut juga digunakan untuk memulihkan gambar ke kondisi semula dengan akurasi tinggi.
“Teknologi ini sangat relevan untuk melindungi keaslian gambar digital dari manipulasi yang tidak diinginkan yang kerap kali mengancam integritas informasi,” ujarnya.
Prof. Nova juga memaparkan secara rinci cara kerja Fragile Watermarking, hal itu dengan menyebarkan tanda air pada gambar digital tanpa merusak kualitas aslinya. Tanda air itu sangat sensitif terhadap perubahan, sehingga setiap manipulasi dapat terdeteksi dengan mudah.
“Ada juga sistem double watermarking yang berguna apabila salah satu watermark rusak, masih ada watermark lain yang saling melengkapi. Sehingga proses pemulihan tetap kuat dan akurat,” jelasnya.
Menutup orasinya, Prof. Nova menekankan pentingnya kolaborasi pemerintah dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dalam menghadapi ancaman siber. BSSN diharapkan bisa memperkuat keamanan digital Indonesia dan teknologi seperti Fragile Watermarking bisa menjadi bagian utama dari strategi nasional untuk melindungi data digital masyarakat.
“Kami berharap teknologi ini tidak hanya bermanfaat di Indonesia tapi bisa diadopsi secara global. Dengan perkembangan teknologi yang terus berlanjut, Fragile Watermarking dalam menjadi solusi utama dalam menjaga keaslian dan keamanan data digital,” tutupnya. (Humas Udinus/Haris. Foto: Humas Udinus)