Berbagai aktivitas umat Muslim di bulan Ramadan akan mendatangkan segala berkah pahala dari Allah SWT. Untuk itu banyak kegiatan yang dilakukan oleh berbagai institusi, agar suasana Ramadan lebih hangat dan bermanfaat bagi umat Muslim di dun

[Sassy_Social_Share]

Berbagai aktivitas umat Muslim di bulan Ramadan akan mendatangkan segala berkah pahala dari Allah SWT. Untuk itu banyak kegiatan yang dilakukan oleh berbagai institusi, agar suasana Ramadan lebih hangat dan bermanfaat bagi umat Muslim di dun

[Sassy_Social_Share]

Sekitar 30 mahasiswa dan pengajar Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang, baru-baru ini, mengadakan tur studi ke Malaysia dan Singapura. Di kedua negeri jiran itu, mereka mengunjungi sejumlah tempat, antara lain Urban Redevelopment Authority (URA), National University of Singapore (NUS), Kantor Singapore Mass Rapid Transit (SMRT), serta Cyber Jaya-sebuah kawasan pemerintahan dan industri berbasis teknologi informasi. Wartawan Suara Merdeka Rukardi yang mengikuti kegiatan tersebut membuat catatan perjalanan yang disajikan dalam tulisan berseri mulai hari ini.

TIAP kali muncul publikasi dari organisasi internasional tentang kualitas pendidikan negara-negara di dunia, kita sebagai bangsa Indonesia kerap harus menundukkan kepala. Pasalnya, dalam peringkat yang disusun berdasarkan penelitian saksama itu, negeri besar ini hampir bisa dipastikan menempati zona papan bawah.

Jangankan tingkat dunia, untuk ukuran Asia atau bahkan Asia Tenggara saja, kita senantiasa tak berdaya. Misalnya studi Political and Economical Risk Consultancy (PERC) tahun 2001, mendudukkan Indonesia pada peringkat 12 dari 12 negara di Asia. Tentu saja, dalam hal ini Malaysia, Singapura, Brunei, Thailand, dan Filipina berada di atas kita.

Demikian halnya laporan United Nations Development Programme (UNDP), dalam ”Human Development Report 2003” tentang kualitas pembangunan manusia. Dari 174 negara yang diurutkan berdasarkan kualitas manusia atau bangsanya,

Indonesia hanya berada pada urutan ke-112. Sebagai perbandingan Singapura menempati peringkat ke-28, Brunei Darussalam ke-31, Malaysia ke-58, Thailand ke-74, dan Filipina ke-85.

Sejumlah kalangan menengarai, kondisi itu sebagai buah kebijakan pemerintah yang tak serius menangani pendidikan. Soal anggaran misalnya, sejak dulu pemerintah kita tidak pernah menyediakan alokasi dalam jumlah memadai. Dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, anggaran pendidikan Indonesia berada jauh di bawahnya. Jika tahun ini kita masih berkutat pada angka Rp 21,585 triliun atau 5,7% dari APBN, kedua negara itu telah merealisasikan anggaran dengan besaran tiga kali lipatnya. Itu baru pada sisi penyediaan anggaran. Belum lagi sejumlah ketertinggalan lain yang kita alami, termasuk dalam hal kurikulum maupun jaringan kerja sama dengan negara lain. Maka, kita tak sepatutnya merasa gengsi untuk belajar kembali dari kedua negara yang berusia relatif lebih muda itu.

Dengan latar pemikiran tersebut, rombongan Udinus yang dipimpin Rektor Dr Ir Edi Noersasongko M Kom dan Ketua Yayasan Dian Nuswantoro Tri Rustanti SE mengunjungi National University of Singapore (NUS) dalam studi tur ke Singapura dan Malaysia, 29 November-3 Desember lalu. Meski singkat, kunjungan tersebut membuka cakrawala pandang, betapa pendidikan yang baik memerlukan perencanaan dan sistematika yang baik pula, termasuk di dalamnya adanya komitmen pemerintah.

Ditinjau dari segi fasilitas fisik saja, keunggulan universitas terbesar di Negeri Singa itu segera tampak di depan mata. Memasuki kompleks NUS yang berada di Ken Ridge Road, kami merasakan atmosfer kampus yang ideal untuk proses pembelajaran. NUS menempati lahan seluas 1,5 hektare di bagian barat daya Singapura. Letaknya yang berada di pinggiran kota membuat kampus ini dapat bernapas lega, setidak-tidaknya bebas dari impitan gedung-gedung pencakar langit.

Di dalam kompleks terlihat sarana dan prasarana yang dibangun secara terpadu, dari gedung university hall, ruang kuliah, areal parkir, fasilitas olahraga, laboratorium, perpustakaan, hingga gedung kesenian. Fasilitas-fasilitas tersebut dihubungkan dengan jalan, yang meski tak terlampau lebar, namun amatlah mulus. Untuk menuju satu tempat ke tempat yang lain, tersedia bus yang dapat dinaiki secara gratis. Seperti desain tata kota Singapura pada umumnya, kompleks kampus itu memberi ruang yang cukup bagi padestrian (pejalan kaki) serta taman-taman yang rindang oleh pepohonan.

Komitmen Pemerintah

Hari itu suasana kampus NUS relatif sepi. Sivitas akademika yang berlalu-lalang di dalamnya tak terlampau banyak. Menurut Liliana, pemandu dari Nusantara Tour & Travel yang mendampingi kami selama tur studi, hal itu terjadi lantaran sedang memasuki masa akhir menjelang Natal. Mahasiswa dan dosen yang telah menyelesaikan urusan akademik lebih memilih libur lebih awal.

Penting diketahui, universitas yang sedang merayakan 100 tahun kelahirannya itu, kini memiliki 13 fakultas dengan mahasiswa berjumlah 31.000. Mereka tak cuma berasal dari Singapura, tetapi dari 77 negara lainnya. Demikian pula pengajarnya. Mereka punya jaringan kerja sama dengan universitas dan perusahaan terkemuka dunia, laiknya Australian National University (ANU), Harvard University, University of Carolina at Los Angeles (UCLA), John Hopkins University, Moscow State University. Hal itu cukup menjadi tengara betapa NUS memang universitas berkelas dunia. Pada tahun 2000, majalah Asia Week (kini tidak terbit) pernah menobatkan NUS sebagai salah satu universitas terbaik di Asia.

Tentu saja untuk bisa belajar di NUS tidaklah gampang. Seorang calon mahasiswa harus memenuhi kualifikasi yang ditentukan melalui serangkaian tes bersifat ketat. Tak ada sogok-menyogok dalam penyeleksian tersebut. Untuk yang satu ini, seorang pejabat di Semarang punya kisah menarik. Suatu ketika dia ingin memasukkan putranya ke NUS. Lantaran tak lolos seleksi, dia menawarkan biaya tambahan kepada pihak universitas agar sang putra bisa diterima sebagai mahasiswa. Namun dengan tegas, pihak NUS menolak.

Kendati demikian, perjuangan berat menjadi mahasiswa NUS mendapat balasan setimpal. Setiap mahasiswa universitas bersemboyan ”Towards a Global Knowledge Enterprise” itu mendapat subsidi 70% dari total biaya yang dibutuhkan. Jika setiap semester seorang mahasiswa menghabiskan biaya pendidikan Sin $ 10.000 atau sekitar Rp 60 juta, maka mereka cuma membayar 30% saja. Bagi mahasiswa baru, mereka mendapat penginapan serta makan minum gratis selama tiga semester pertama. Belum lagi untuk mahasiswa berprestasi akan mendapat fasilitas tambahan seperti beasiswa.

Ilustrasi di atas menunjukkan, betapa Pemerintah Singapura punya komitmen besar memajukan pendidikan di negerinya. Kesuksesan itu tak urung membuat kita berkaca dan segera bersigegas mengatasi ketertinggalan. Dan untuk itu, tak perlu sungkan mengikuti ungkapan ”Belajarlah, walau sampai ke Negeri Singa”.