Transhumanism menjadi salah satu terobosan yang saat ini mulai diteliti di beberapa negara, dan Indonesia menjadi salah satu negara yang meneliti topik tersebut. Untuk memperkaya wawasan, Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) bersama dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menghadirkan The Bitcoin Man, Herbert R. Sim, dalam rangkaian kegiatan seminar ‘Beyond AI dan Neurochip’, pada Senin (29/12).

Kegiatan yang digelar secara hybrid tersebut diselenggarakan secara luring di Meeting Room Gedung H lantai 1 Udinus Semarang. Acara ini diikuti oleh kurang lebih 60 peserta yang terdiri atas dosen serta mahasiswa pascasarjana Udinus maupun ITS.

Rektor Udinus, Prof. Dr. Pulung Nurtantio Andono, S.T., M.Kom., menjelaskan bahwa kegiatan tersebut mengusung tema ‘Transhumanism – Transcending Humanity Through Technology and Science’. Pihaknya mendatangkan The Bitcoin Man sebagai narasumber untuk memberikan pandangan yang revolusioner ke depannya terkait neurochip science.

“Hari ini kita mendapat pengetahuan tentang transhumanisme. Bagaimana neurochip science bisa mengubah dunia. Kita belajar bersama pemahamannya seperti apa, risetnya seperti apa. Harapannya, bisa bermanfaat untuk seluruh civitas academica dan ilmunya bisa kita terapkan,” ujarnya.

Neurochip sebagai Teknologi Generasi Ketiga

Kegiatan tersebut juga dihadiri oleh Dr. Ir. Arman Hakim Nasution, M.Eng., Head of CSID-PP ITS sekaligus founder ITS Blockchain Center. Ia menerangkan bahwa neurochip sendiri merupakan teknologi kesehatan generasi ketiga, dengan menanam chip untuk memprogram otak sedemikian rupa. Tujuannya agar sel tubuh mampu mengikuti perintah otak.

“Dalam riset, penggunaan blockchain berfungsi sebagai sistem keamanan data primer. Terdapat security system yang jelas, sehingga data tidak bisa diubah sembarangan. Harus ada konsensus antar-chain untuk mengubahnya,” tuturnya.

Seluruh data medis atau perintah otak yang diproses oleh neurochip akan tercatat di sistem blockchain dengan sumber yang jelas dan lebih aman. Kini, riset inovasi model baru itu sedang dikembangkan di China dan Amerika.

“Kita berharap Indonesia tidak ketinggalan dalam hal ini. Riset-riset tentang neurochip ini tidak bisa dilakukan sendiri. Kita harus menggandeng banyak kekuatan yang ada di Indonesia. Yang kita ajak pertama ini adalah Udinus,” lanjutnya.

Jadi Salah Satu yang Terdepan

Sementara itu, dalam pernyataannya, Herbert menyoroti posisi strategis Indonesia dalam persaingan teknologi global. Ia membeberkan bahwa saat ini kurang dari sepuluh negara di dunia yang melakukan riset mengenai neurochip.

“Indonesia menjadi salah satu yang terdepan dalam hal penelitian teknologi mutakhir ini, jadi itu sangat bagus. Pada titik ini, dengan kolaborasi seperti Udinus dan ITS, kita mampu membina dan mengembangkan Indonesia menjadi kekuatan teknologi dunia,” tegasnya.

Bitcoin, blockchain, neurochip, seluruhnya saling berkaitan dalam wadah besar, yakni transhumanism. Cara manusia memanfaatkan teknologi untuk menjadikan seperti ‘lebih dari sekadar manusia biasa’.“Seperti di masa lalu, mungkin ini semua sekarang masih terdengar seperti magic. Sebuah chip membaca otak dan mengirimkannya ke komputer, orang-orang berpikir ini sihir. Namun, yang sebenarnya terjadi, intinya ini adalah sains, teknologi, dan kemajuan di sini. Kami di sini benar-benar berbagi pengetahuan dengan peneliti lokal untuk mengadopsinya dan menjadikannya lebih umum,” pungkasnya. (Humas Udinus/Penulis: Ika. Editor: Haris. Foto: Humas Udinus)